Wednesday, 30 March 2016

01:37:00

Sebanyak 10 orang awak kapal WNI yang berada di kapal dengan nama Brahma 12 berbendera Indonesia beserta muatan batubara milik perusahaan tambang dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, diserang dan diculik oleh kelompok teroris Filipina, kelompok milisi Abu Sayyaf di perairan Tawi-Tawi, Filipina sejak Sabtu (26/3/2016).

Otoritas Filipina mengatakan kapal yang dibawa 10 WNI itu dibajak dan disandera dekat perbatasan Malaysia saat berlayar dari Indonesia menuju Filipina, kelompok militan Abu Sayyaf itu menuntut sejumlah uang tebusan untuk 10 WNI yang diculik.

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso membenarkan adanya 10 WNI yang diculik oleh Kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Dan sebelumnya menjelaskan, pihaknya telah berkomunikasi secara intens dengan pihak otoritas Filipina terkait pembajakan sebuah kapal pandu penarik ponton bermuatan batubara dari Indonesia di sekitar perairan Filipina.


Seperti yang dilansir Antara News, Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu mengatakan "Saya rasa tentara sudah siap semua, tinggal tergantung sana, karena rumah orang. Kalau dia (Filipina) bilang siap kita nonton saja, kalau dia minta bantuan kita tangani,".

Ia menekankan militer Indonesia tidak bisa seenaknya melakukan operasi di wilayah Filipina tanpa izin dari pemerintah setempat. "Itu negara orang. Kalau enggak boleh masuk jangan maksa-maksa. Kalau mereka siap menyelesaikan kita tunggu saja, (kalau) dia perlu bantuan kita masuk. Jangan nyelonong nanti urusan panjang lagi," kata dia. Pemerintah Indonesia tidak perlu membayar tebusan yang diminta untuk membebaskan 10 awak kapal Indonesia yang disandera tersebut. Ryamizard menegaskan, persoalan penyanderaan tersebut terjadi di luar negeri. Karena itu, ia menunggu hasil koordinasi penanganan kasus ini dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sebelum mengambil langkah selanjutnya.

"Ini tergantung Menlu. Kalau bisa lepaskan enggak pakai duit, kenapa harus pakai duit" kata Ryamizard. Dia mengatakan, kasus yang terjadi di Filipina pada Sabtu pekan lalu tersebut tidak jauh berbeda dengan peristiwa penyanderaan awak kapal di Somalia beberapa tahun lalu. Motifnya pun sama, yakni soal ekonomi.

Ryamizard mengatakan, para perompak yang menyandera awak kapal berbendera Indonesia itu meminta tebusan sebagai upaya pembebasan, yaitu uang 50 juta peso atau sekitar Rp 15 miliar. Hampir sama dengan peristiwa penyanderaan oleh perompak Somalia," ujarnya. Ia menambahkan, sejauh ini, pihaknya terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, termasuk dengan Kementerian Pertahanan Filipina. "Kami terus memonitor. Kapal-kapal patroli juga sudah siap dekat Ambalat sana," kata Ryamizard. Sementara itu, TNI Angkatan Laut mengaku siap mengerahkan pasukan “kalau ada permintaan untuk membantu menyelesaikan masalah itu”.


Dari komunikasi yang dilakukan Kementerian Luar Negeri dengan beberapa pihak, ditemukan fakta ada dua kapal yang dibajak, yaitu kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anan 12 yang membawa 7.000 ton batubara dan 10 awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.

Saat dibajak, kedua kapal sedang dalam perjalanan dari Sungai Puting, Kalimantan Selatan, menuju Filipina selatan. Tidak jelas kapan kapal dibajak. Perusahaan pemilik kapal baru mengetahui terjadinya pembajakan pada 26 maret 2016 saat menerima telepon yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf. Menlu menjelaskan, saat ini kapal Brahma 12 sudah dilepas dan berada di otoritas Filipina, sedangkan kapal Anan 12 beserta 10 awak masih dibajak dan belum diketahui posisinya. 


0 comments: